Senin, 18 November 2019

HARMONI KEWAJIBAN DAN HAK NEGARA DAN WARGA

Hak dan Kewajiban
Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain mana pun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain mana pun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan. Kewajiban dengan demikian merupakan sesuatu yang harus dilakukan (Notonagoro, 1975).
Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Menurut “teori korelasi” yang dianut oleh pengikut utilitarianisme, ada hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban. Menurut mereka, setiap kewajiban seseorang berkaitan dengan hak orang lain, dan begitu pula sebaliknya. Mereka berpendapat bahwa kita baru dapat berbicara tentang hak dalam arti sesungguhnya, jika ada korelasi itu, hak yang tidak ada kewajiban yang sesuai dengannya tidak pantas disebut hak. Hal ini sejalan dengan filsafat kebebasannya Mill (1996) yang menyatakan bahwa lahirnya hak Asasi Manusia dilandasi dua hak yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Hak kebebasan seseorang, menurutnya, tidak boleh dipergunakan untuk memanipulasi hak orang lain, demi kepentingannya sendiri. Kebebasan menurut Mill secara ontologis substansial bukanlah perbuatan bebas atas dasar kemauan sendiri, bukan pula perbuatan bebas tanpa kontrol, namun pebuatan bebas yang diarahkan menuju sikap positif, tidak mengganggu dan merugikan orang lain.
Sebagai contoh hak dan kewajiban warga negara yang bersifat timbal balik atau resiprokalitas adalah hak warga negara mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27 Ayat 2, UUD 1945). Atas dasar hak ini, negara berkewajiban memberi pekerjaan dan penghidupan bagi warga negara. Untuk merealisasikan pemenuhan hak warga negara tersebut, pemerintah tiap tahun membuka lowongan pekerjaan di berbagai bidang dan memberi subsidi kepada rakyat.
Guna merealisasikan kewajiban warga negara, negara mengeluarkan berbagai kebijakan dan peraturan yang mengikat warga negara dan menjadi kewajiban warga negara untuk memenuhinya. Salah satu contoh kewajiban warga negara terpenting saat ini adalah kewajiban membayar pajak (Pasal 23A, UUD 1945). Hal ini dikarenakan saat ini pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar dalam membiayai pengeluaran negara dan pembangunan. Tanpa adanya sumber pendapatan pajak yang besar maka pembiayaan pengeluaran negara akan terhambat. Pajak menyumbang sekitar 74,63 % pendapatan negara. Jadi membayar pajak adalah contoh kewajiban warga negara yang nyata di era pembangunan seperti sekarang ini.
Sumber Historis, Sosiologis, Politik tentang Harmoni Kewajiban dan Hak Negara dan Warga Negara Indonesia
1. Sumber Historis
Secara historis perjuangan menegakkan hak asasi manusia terjadi di dunia Barat (Eropa). Adalah John Locke, seorang filsuf
Inggris pada abad ke-17, yang pertama kali
merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang melekat pada setiap diri manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik.
Perkembangan selanjutnya ditandai adanya tiga peristiwa penting di dunia Barat, yaitu Magna Charta, Revolusi Amerika, dan Revolusi Perancis. Anda tentu saja telah mengenal ketiga peristiwa besar tersebut. Namun agar pemahaman Anda semakin baik, simaklah ulasan singkat dari ketiga peristiwa tersebut berikut ini.
a.     Magna Charta (1215)
b.     Revolusi Amerika (1276)
c.     Revolusi Prancis (1789) : memiliki keempat macam kebebasan itu meliputi.
                       ·      kebebasan untuk beragama (freedom of religion)
                       ·      kebebasan untuk berbicara dan berpendapat (freedom of speech)
                       ·      kebebasan dari kemelaratan (freedom from want)
                       ·      kebebasan dari ketakutan (freedom from fear)
2. Sumber Sosiologis
Pertama, suatu kenyataan yang memprihatinkan bahwa setelah tumbangnya struktur kekuasaan “otokrasi” yang dimainkan Rezim Orde Baru ternyata bukan demokrasi yang kita peroleh melainkan oligarki di mana kekuasaan terpusat pada sekelompok kecil elit, sementara sebagian besar rakyat (demos) tetap jauh dari sumber-sumber kekuasaan (wewenang, uang, hukum, informasi, pendidikan, dan sebagainya).
Kedua, sumber terjadinya berbagai gejolak dalam masyarakat kita saat ini adalah akibat munculnya kebencian sosial budaya terselubung (socio- cultural animosity). Gejala ini muncul dan semakin menjadi-jadi pasca runtuhnya rezim Orde Baru. Ketika rezim Orde Baru berhasil dilengserkan, pola konflik di Indonesia ternyata bukan hanya terjadi antara pendukung fanatik Orde Baru dengan pendukung Reformasi, tetapi justru meluas menjadi konflik antarsuku, antarumat beragama, kelas sosial, kampung, dan sebagainya. Sifatnya pun bukan vertikal antara kelas atas dengan kelas bawah tetapi justru lebih sering horizontal, antarsesama rakyat kecil, (bukan fungsional tetapi disfungsional), sehingga kita menjadi sebuah bangsa yang menghancurkan dirinya sendiri (self destroying nation). Ciri lain dari konflik yang terjadi di Indonesia adalah bukan hanya yang bersifat terbuka (manifest conflict) tetapi yang lebih berbahaya lagi adalah konflik yang tersembunyi (latent conflict) antara berbagai golongan. Socio-cultural animosity adalah suatu kebencian sosial budaya yang bersumber dari perbedaan ciri budaya dan perbedaan nasib yang diberikan oleh sejarah masa lalu, sehingga terkandung unsur keinginan balas dendam. Konflik terselubung ini bersifat laten karena terdapat mekanisme sosialisasi kebencian yang berlangsung di hampir seluruh pranata sosial di masyarakat (mulai dari keluarga, sekolah, kampung, tempat ibadah, media massa, organisasi massa, organisasi politik, dan sebagainya).
3. Sumber Politik
Sumber politik yang mendasari dinamika kewajiban dan hak negara dan warga negara Indonesia adalah proses dan hasil perubahan UUD NRI 1945 yang terjadi pada era reformasi. Pada awal era reformasi (pertengahan 1998), muncul berbagai tuntutan reformasi di masyarakat. Tuntutan tersebut disampaikan oleh berbagai komponen bangsa, terutama oleh mahasiswa dan pemuda. Beberapa tuntutan reformasi itu adalah:
a.  mengamandemen UUD NRI 1945.
b. penghapusan doktrin Dwi Fungsi Angkatan Bersenjata Republik 
Indonesia (ABRI), 

c.  menegakkan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia 
(HAM), serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), 

d. melakukan desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan 
daerah, 

e.  (otonomi daerah).
f.  mewujudkan kebebasan pers, 


g.  mewujudkan kehidupan demokrasi. 


Minggu, 17 November 2019

Konstitusi

A. Pengertian Konstitusi
 Konstitusi adalah seperangkat aturan atau hukum yang berisi ketentuan tentang bagaimana pemerintah diatur dan dijalankan. Oleh karena aturan atau hukum yang terdapat dalam konstitusi itu mengatur hal-hal yang amat mendasar dari suatu negara, maka konstitusi dikatakan pula sebagai hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara.
Kontitusi mengandung permulaan dari segala peraturan mengenai suatu negara atau dengan kata lain bahwa konstitusi mengandung permulaan dari segala peraturan mengenai negara (Prodjodikoro, 1970), pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara (Lubis, 1976).
 Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang- Undang Dasar, dan dapat pula tidak tertulis. Tidak semua negara memiliki konstitusi tertulis atau Undang-Undang Dasar. Kerajaan Inggris misalnya, sebagai negara konstitusional tetapi tidak memiliki suatu naskah Undang- Undang Dasar. Atas dasar kenyataan demikian, maka konstitusi lebih tepat diartikan sebagai seperangkat peraturan tertulis dan tidak tertulis yang bertujuan membangun kewajiban-kewajiban, kekuasaan-kekuasaan, dan fungsi-fungsi dari pelbagai institusi pemerintah, meregulasi hubungan antara mereka, dan mendefinisikan hubungan antara negara dan warga negara (individu).
 Terdapat dua macam pengertian tentang konstitusi itu, yaitu konstitusi dalam arti sempit dan konstitusi dalam arti luas:
1.     Dalam arti sempit, konstitusi merupakan suatu dokumen atau 
seperangkat dokumen yang berisi aturan-aturan dasar untuk 
menyelenggarakan negara. 

2.     Dalam arti luas, konstitusi merupakan peraturan, baik tertulis maupun 
tidak tertulis, yang menentukan bagaimana lembaga negara dibentuk dan dijalankan.
B. Fungsi-fungsi konstitusi
      Konstitusi berfungsi sebagai landasan kontitusionalisme. Landasan konstitusionalisme adalah landasan berdasarkan konstitusi, baik konstitusi dalam arti luas maupun konstitusi dalam arti sempit. Konstitusi dalam arti luas meliputi undang-undang dasar, undang-undang organik, peraturan perundang-undangan lain, dan konvensi. Konstitusi dalam arti sempit berupa Undang-Undang Dasar (Astim Riyanto, 2009). 

      Konstitusi berfungsi untuk membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa, sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian, diharapkan hak-hak warganegara akan lebih terlindungi. Gagasan ini dinamakan konstitusionalisme, yang oleh Carl Joachim Friedrich dijelaskan sebagai gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, tetapi yang dikenakan beberapa pembatasan yang diharapkan akan menjamin bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah (Thaib dan Hamidi, 1999). 

      Konstitusi berfungsi: (a) membatasi atau mengendalikan kekuasaan penguasa agar dalam menjalankan kekuasaannya tidak sewenang-wenang terhadap rakyatnya; (b) memberi suatu rangka dasar hukum bagi perubahan masyarakat yang dicitacitakan tahap berikutnya; (c) dijadikan landasan penyelenggaraan negara menurut suatu sistem ketatanegaraan tertentu yang dijunjung tinggi oleh semua warga negaranya; (d) menjamin hak-hak asasi warga negara. 

C. Perlunya Konstitusi dalam Negara
      Diperlukan konstitusi dalam Negara agar dapat membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa negara. Konstitusi negara di satu sisi dimaksudkan untuk membatasi kekuasaan penyelenggaran negara dan di sisi lain untuk menjamin hak- hak dasar warga negara. Konstitusi juga diperlukan untuk membagi kekuasaan dalam Negara, misalnya antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Konstitusi menentukan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasan itu bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lain serta merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam negara.
D. Hal-hal yang dimuat dalam konstitusi atau UUD
1.     Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif: Pada negara federal, pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah negara-negara bagian, dan tentang prosedur menyelesaikan masalah pelanggaran yurisdiksi oleh salah satu badan pemerintahan. 

2.     Hak-hak asasi manusia. Dalam UUD NRI Tahun 1945, misalnya diatur secara khusus dalam BAB XA, Pasal 28A sampai Pasal 28 J. 

3.     Prosedur mengubah UUD. Dalam UUD NRI Tahun 1945, misalnya diatur secara khusus dalam BAB XVI, Pasal 37 tentang Perubahan Undang-Undang Dasar. 

4.     Dalam UUD NRI 1945 diatur mengenai ketetapan bangsa Indonesia untuk tidak akan mengubah bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 37, Ayat 5). 

Memuat cita-cita rakyat dan asas-asas ideologi negara. Dalam kaitan dengan ini Pembukaan UUD NRI 1945 menyatakan: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.