Hak dan Kewajiban
Hak adalah kuasa untuk
menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan oleh
pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain mana pun juga yang pada
prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Wajib adalah beban untuk
memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan oleh pihak tertentu
tidak dapat oleh pihak lain mana pun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara
paksa oleh yang berkepentingan. Kewajiban dengan demikian merupakan sesuatu
yang harus dilakukan (Notonagoro, 1975).
Hak dan kewajiban merupakan
sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Menurut “teori korelasi” yang dianut oleh
pengikut utilitarianisme, ada hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban.
Menurut mereka, setiap kewajiban seseorang berkaitan dengan hak orang lain, dan
begitu pula sebaliknya. Mereka berpendapat bahwa kita baru dapat berbicara
tentang hak dalam arti sesungguhnya, jika ada korelasi itu, hak yang tidak ada
kewajiban yang sesuai dengannya tidak pantas disebut hak. Hal ini sejalan
dengan filsafat kebebasannya Mill (1996) yang menyatakan bahwa lahirnya hak
Asasi Manusia dilandasi dua hak yang paling fundamental, yaitu hak persamaan
dan hak kebebasan. Hak kebebasan seseorang, menurutnya, tidak boleh
dipergunakan untuk memanipulasi hak orang lain, demi kepentingannya sendiri.
Kebebasan menurut Mill secara ontologis substansial bukanlah perbuatan bebas
atas dasar kemauan sendiri, bukan pula perbuatan bebas tanpa kontrol, namun
pebuatan bebas yang diarahkan menuju sikap positif, tidak mengganggu dan
merugikan orang lain.
Sebagai contoh hak dan
kewajiban warga negara yang bersifat timbal balik atau resiprokalitas adalah
hak warga negara mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27 Ayat
2, UUD 1945). Atas dasar hak ini, negara berkewajiban memberi pekerjaan dan
penghidupan bagi warga negara. Untuk merealisasikan pemenuhan hak warga negara
tersebut, pemerintah tiap tahun membuka lowongan pekerjaan di berbagai bidang
dan memberi subsidi kepada rakyat.
Guna merealisasikan kewajiban
warga negara, negara mengeluarkan berbagai kebijakan dan peraturan yang
mengikat warga negara dan menjadi kewajiban warga negara untuk memenuhinya.
Salah satu contoh kewajiban warga negara terpenting saat ini adalah kewajiban
membayar pajak (Pasal 23A, UUD 1945). Hal ini dikarenakan saat ini pajak
merupakan sumber penerimaan negara terbesar dalam membiayai pengeluaran negara
dan pembangunan. Tanpa adanya sumber pendapatan pajak yang besar maka
pembiayaan pengeluaran negara akan terhambat. Pajak menyumbang sekitar 74,63 %
pendapatan negara. Jadi membayar pajak adalah contoh kewajiban warga negara
yang nyata di era pembangunan seperti sekarang ini.
Sumber
Historis, Sosiologis, Politik tentang Harmoni Kewajiban dan Hak Negara dan Warga Negara Indonesia
1. Sumber Historis
Secara historis perjuangan menegakkan hak asasi manusia terjadi di
dunia Barat (Eropa). Adalah John Locke, seorang filsuf
Inggris pada abad ke-17,
yang pertama kali
merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang
merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang melekat pada setiap diri
manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik.
Perkembangan selanjutnya ditandai adanya tiga peristiwa penting di
dunia Barat, yaitu Magna Charta, Revolusi Amerika, dan Revolusi Perancis. Anda
tentu saja telah mengenal ketiga peristiwa besar tersebut. Namun agar pemahaman
Anda semakin baik, simaklah ulasan singkat dari ketiga peristiwa tersebut
berikut ini.
a.
Magna Charta (1215)
b.
Revolusi Amerika (1276)
c.
Revolusi Prancis (1789) : memiliki keempat macam kebebasan itu
meliputi.
·
kebebasan untuk beragama (freedom of religion)
·
kebebasan untuk berbicara dan berpendapat (freedom of speech)
·
kebebasan dari kemelaratan (freedom from want)
·
kebebasan dari ketakutan (freedom from fear)
2. Sumber Sosiologis
Pertama, suatu kenyataan yang memprihatinkan bahwa setelah
tumbangnya struktur kekuasaan “otokrasi” yang dimainkan Rezim Orde Baru
ternyata bukan demokrasi yang kita peroleh melainkan oligarki di mana kekuasaan
terpusat pada sekelompok kecil elit, sementara sebagian besar rakyat (demos)
tetap jauh dari sumber-sumber kekuasaan (wewenang, uang, hukum, informasi,
pendidikan, dan sebagainya).
Kedua, sumber terjadinya berbagai gejolak dalam masyarakat kita
saat ini adalah akibat munculnya kebencian sosial budaya terselubung (socio-
cultural animosity). Gejala ini muncul dan semakin menjadi-jadi pasca runtuhnya
rezim Orde Baru. Ketika rezim Orde Baru berhasil dilengserkan, pola konflik di
Indonesia ternyata bukan hanya terjadi antara pendukung fanatik Orde Baru
dengan pendukung Reformasi, tetapi justru meluas menjadi konflik antarsuku,
antarumat beragama, kelas sosial, kampung, dan sebagainya. Sifatnya pun bukan
vertikal antara kelas atas dengan kelas bawah tetapi justru lebih sering
horizontal, antarsesama rakyat kecil, (bukan fungsional tetapi disfungsional),
sehingga kita menjadi sebuah bangsa yang menghancurkan dirinya sendiri (self
destroying nation). Ciri lain dari konflik yang terjadi di Indonesia adalah
bukan hanya yang bersifat terbuka (manifest conflict) tetapi yang lebih
berbahaya lagi adalah konflik yang tersembunyi (latent conflict) antara
berbagai golongan. Socio-cultural animosity adalah suatu kebencian sosial
budaya yang bersumber dari perbedaan ciri budaya dan perbedaan nasib yang
diberikan oleh sejarah masa lalu, sehingga terkandung unsur keinginan balas
dendam. Konflik terselubung ini bersifat laten karena terdapat mekanisme
sosialisasi kebencian yang berlangsung di hampir seluruh pranata sosial di
masyarakat (mulai dari keluarga, sekolah, kampung, tempat ibadah, media massa,
organisasi massa, organisasi politik, dan sebagainya).
3. Sumber Politik
Sumber politik yang mendasari dinamika kewajiban dan hak negara
dan warga negara Indonesia adalah proses dan hasil perubahan UUD NRI 1945 yang
terjadi pada era reformasi. Pada awal era reformasi (pertengahan 1998), muncul
berbagai tuntutan reformasi di masyarakat. Tuntutan tersebut disampaikan oleh
berbagai komponen bangsa, terutama oleh mahasiswa dan pemuda. Beberapa tuntutan
reformasi itu adalah:
a.
mengamandemen UUD NRI 1945.
b.
penghapusan doktrin Dwi Fungsi Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ABRI),
c.
menegakkan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia
(HAM),
serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN),
d.
melakukan desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan
daerah,
e.
(otonomi daerah).
f.
mewujudkan kebebasan pers,
g.
mewujudkan kehidupan demokrasi.