BAB I
BAGAIMANA HAKIKAT PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM
MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN UTUH SARJANA ATAU PROFESIONAL?
Belajar tentang
Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) pada dasarnya adalah belajar tentang
keindonesiaan, belajar untuk menjadi manusia yang berkepribadian Indonesia,
membangun rasa kebangsaan, dan mencintai tanah air Indonesia.
Konsep dan Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan dalam
Pencerdasan Kehidupan Bangsa
Apa itu sarjana
dan apa itu professional? Dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2012 tentang Pendidikan Tinggi, program sarjana merupakan jenjang pendidikan
akademik bagi lulusan pendidikan menengah atau sederajat sehingga mampu
mengamalkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penalaran ilmiah. Lulusan
program sarjana diharapkan akan menjadi intlektual dan/atau ilmuwan yang
berbudaya, mampu memasuki dan/atau menciptakan lapangan kerja, serta mampu
mengembangkan diri menjadi profesional.
Dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
dikemukakan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dapat menjadi
sumber penghasilan, perlu keahlian, kemahiran, atau kecakapan, memiliki standar
mutu, ada norma dan diperoleh melalui pendidikan profesi. Apa profesi yang akan
dicapai? Apa pun kedudukan yang dicapai dalam konteks hidup berbangsa dan
bernegara, bila memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundangan, maka Anda berstatus warga negara. Apakah warga negara dan siapakah warga negara
Indonesia (WNI) itu? istilah “warga negara” dapat berarti warga, anggota
(member) dari sebuah negara. Warga negara adalah anggota dari sekelompok
manusia yang hidup atau tinggal di wilayah hukum tertentu yang memiliki hak dan
kewajiban.
Menurut
Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia, yang
dimaksud warga negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat (1).
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1).
Apakah Pendidikan
Kewarganegaraan secara etimologis? PKn dibentuk oleh duakata “pendidikan” dan
kata “kewarganegaraan”. Pendidikan dalam kamus kbbi adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. Kewarganegaraan dalam kamus kbbi adalah program
pendidikan yang membina para pelajar agar menjadi warga negara yang baik
sehingga mampu hidup bersama-sama dalam masyarakat, baik sebagai anggota
keluarga, masyarakat, maupun sebagai warga Negara.
Secara yuridis,
pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Undang-Undang RI
No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 37 Ayat (1) huruf b yang menyatakan
bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan kewarganegaraan.
Demikian pula pada ayat (2) huruf b dinyatakan bahwa kurikulum pendidikan
tinggi wajib memuat pendidikan kewarganegaraan. Bahkan dalam UU No. 12 Tahun
2012 tentang Pendidikan Tinggi lebih eksplisit dan tegas dengan menyatakan nama
mata kuliah kewarganegaraan sebagai mata kuliah wajib. Dikatakan bahwa mata
kuliah kewarganegaraan adalah pendidikan yang mencakup Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan
Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik tentang Pendidikan
Kewarganegaraan di Indonesia
Secara historis, pendidikan
kewarganegaraan dalam arti substansi telah dimulai jauh sebelum Indonesia
diproklamasikan sebagai negara merdeka. Dalam sejarah kebangsaan Indonesia,
berdirinya organisasi Boedi Oetomo tahun 1908 disepakati sebagai Hari
Kebangkitan Nasional karena pada saat itulah dalam diri bangsa Indonesia mulai
tumbuh kesadaran sebagai bangsa walaupun belum menamakan Indonesia. Berdiri
organisasi-organisasi pergerakan kebangsaan lain seperti Syarikat Islam,
Muhammadiyah, Indische Party, PSII, PKI, NU, dan organisasi lainnya yang tujuan
akhirnya ingin melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Pada tahun 1928, para
pemuda yang berasal dari wilayah Nusantara berikrar menyatakan diri sebagai
bangsa Indonesia, bertanah air, dan berbahasa persatuan bahasa Indonesia. Pada
tahun 1930-an, organisasi kebangsaan baik yang berjuang secara terang-terangan
maupun diam-diam, baik di dalam negeri maupun di luar negeri tumbuh bagaikan
jamur di musim hujan. Organisasi- organisasi tersebut bergerak dan bertujuan
membangun rasa kebangsaan dan mencita-citakan Indonesia merdeka. Negara merdeka
yang dicita-citakan adalah negara yang mandiri yang lepas dari penjajahan dan
ketergantungan terhadap kekuatan asing. Inilah cita-cita yang dapat dikaji dari
karya para Pendiri Negara-Bangsa (Soekarno dan Hatta).
Akhirnya Indonesia
merdeka setelah melalui perjuangan panjang,pengorbanan jiwa
dan raga, pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno dan Hatta, atas nama
bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan Indonesia. Setelah Indonesia
menyatakan kemerdekaan, melepaskan diri dari penjajahan, bangsa
Indonesia masih harus berjuang mempertahankan kemerdekaan karena
ternyata penjajah belum mengakui kemerdekaan. Oleh karena itu,
periode pasca kemerdekaan Indonesia, tahun1945 sampai saat
ini, bangsa Indonesia
telah berusaha mengisi perjuangan mempertahankan kemerdekaan
melalui berbagai cara, baik perjuangan fisik maupun diplomatis. Perjuangan
mencapai kemerdekaan dari penjajah telah selesai, namun tantangan untuk menjaga
dan mempertahankan kemerdekaan yang hakiki belumlah selesai.
Prof. Nina Lubis
(2008), seorang sejarawan menyatakan,
“... dahulu, musuh
itu jelas: penjajah yang tidak memberikan ruang untuk
mendapatkan
keadilan, kemanusiaan, yang sama bagi warga negara, kini, musuh
bukan dari luar,
tetapi dari dalam negeri sendiri: korupsi yang merajalela,
ketidakadilan,
pelanggaran HAM, kemiskinan, ketidakmerataan ekonomi,
penyalahgunaan
kekuasaan, tidak menghormati harkat dan martabat orang lain,
suap-menyuap,
dll.”
Dari penyataan ini
mencapai tujuan nasional sesuai cita-cita para pendiri negara-bangsa, belumlah
selesai bahkan masih panjang. Oleh karena itu, diperlukan adanya proses
pendidikan dan pembelajaran bagi warga negara yang dapat memelihara semangat perjuangan
kemerdekaan, rasa kebangsaan, dan cinta tanah air. Seluruh pemimpin bangsa membakar
semangat rakyat untuk mengusir penjajah yang hendak kembali menguasai dan
menduduki Indonesia yang telah dinyatakan merdeka. Pidato-pidato dan
ceramah-ceramah yang dilakukan oleh para pejuang, serta kyai-kyai di pondok
pesantren yang mengajak umat berjuang mempertahankan tanah air merupakan PKn
dalam dimensi sosial kultural.
PKn dalam dimensi
sosiologis sangat diperlukan oleh masyarakat dan akhirnya negara-bangsa untuk menjaga,
memelihara, dan mempertahankan eksistensi negara-bangsa.
Upaya pendidikan
kewarganegaraan pasca kemerdekaan tahun 1945 belum dilaksanakan di
sekolah-sekolah hingga terbitnya buku Civics pertama di Indonesia yang berjudul
Manusia dan Masjarakat Baru Indonesia.
Secara politis,
pendidikan kewarganegaraan mulai dikenal dalam pendidikan sekolah
bahwa pada masa Orde Lama mulai dikenal istilah: (1) Kewarganegaraan (1957); (2)
Civics (1962); dan (3) Pendidikan Kewargaan Negara (1968). Pada masa awal Orde
Lama sekitar tahun 1957, isi mata pelajaran PKn membahas cara pemerolehan dan
kehilangan kewarganegaraan, Civics (1961) lebih banyak membahas tentang sejarah
Kebangkitan Nasional, UUD, pidato-pidato politik kenegaraan yang terutama
diarahkan untuk "nation and character building” bangsa Indonesia.
Undang-Undang
Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada
ayat 2 undang-undang tersebut dikemukakan bahwa isi kurikulum setiap jenis,
jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat: (1) Pendidikan Pancasila; (2)
Pendidikan Agama; dan (3) Pendidikan Kewarganegaraan. Pasca Orde Baru sampai
saat ini, nama mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan kembali mengalami
perubahan. Perubahan tersebut dapat diidentifikasi dari dokumen mata pelajaran
PKn (2006) menjadi mata pelajaran PPKn (2013).